Thursday, 19 September 2013

Resensi Novel “Size 12 Is Not Fat”

Posted by armaita at 01:06
Yap, satu lagi novel serial dari Meg Cabot. Tapi, kalo biasanya Meggy bikin novel cinta-cintaan yang ringan dibaca, kali ini dia mencoba bikin novel yang agak ‘berat’. Mau tau seperti apa sih beratnya? Check this out!
Judul : Size 12 Is Not Fat
Penulis : Meg Cabot
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010
Alih Bahasa : Barokah Ruziani
Summary :
               
Menyanyikan lagu ciptaan sendiri merupakan impian Heather Wells. Namun, ia justru dipecat dari label rekamannya ketika menyampaikan hal tersebut. Sejak itulah dia memutuskan untuk berhenti menjadi penyanyi pop dan beralih profesi menjadi asisten gedung tinggal New York College.
Kesialan yang dialami Heather tersebut lantas mengundang kesialan-kesialan lainnya. Ibunya kabur membawa seluruh uang tabungan miliknya. Pacarnya, Jordan Cartwright tertangkap basah sedang melakukan itu dengan Tania Trace, penyanyi ‘kemarin sore’ yang lagu-lagunya mampu menggeser Heather dari tangga lagu pop. Ditambah lagi berat badannya yang terus meningkat sehingga ukurannya naik dari 8 menjadi 12.
                
Di tengah masa-masa sulitnya, Cooper, kakak Jordan yang tak lagi dianggap sebagai anggota keluarga Cartwright datang padanya dan memberi tawaran untuk menginap --bahkan tinggal di rumahnya, seolah-olah memahami masalah yang sedang dihadapi Heather.
                
Sebagai asisten gedung tinggal yang memuat 300 mahasiswa, tugas Heather cukup berat. Menyortir surat keluhan dan memeriksa setiap berkas penghuninya, mengurus anak-anak bermasalah, hingga menyelidiki kasus kematian yang terjadi berurutan.
                
Kematian pertama dialami oleh Elizabeth yang ditemukan tewas di dasar lubang lift. Pihak kepolisian melaporkan kematiannya disebabkan karena kecerobohannya bermain selancar lift. Namun, Heather mencium sesuatu yang janggal. Elizabeth bukan anak nakal, bahkan bisa dibilang alim. Dan anak seperti itu tak akan coba-coba berselancar lift.
                
Sebelum pertanyaannya terjawab, kematian selanjutnya terjadi. Roberta, gadis yang sama alimnya dengan Elizabeth, lagi-lagi ditemukan tak bernyawa di dasar lubang lift. Mengetahui bahwa kedua kematian tersebut mempunyai pola yang sama, Heather tau dia harus bertindak, meskipun akhirnya dia sendiri yang harus menghadapi kematian ketiga.
                
Dengan bantuan setengah hati dari Cooper, Heather memulai penyelidikannya. Pada awalnya, dia mencurigai Christopher Aliington, putra rektor New York College. Namun, kecurigaannya tidak terbukti karena Chris sama sekali tidak paham apa yang dibicarakan Heather pada malam mereka berdansa.
                
Lalu, sesuatu yang buruk terjadi. Di suatu pagi ketika Jordan berusaha mengajaknya bicara, sebuah pot dijatuhkan dari lantai 20, tempat Chris tinggal. Heather sasaran utamanya, namun pot tersebut justru menimpa Jordan.

Tidak hanya itu. Heather juga menjadi korban percobaan pembunuhan yang dilakukan dengan meletakkan bom pipa yang di dalam lift. Untunglah ada seutas kabel yang bisa dijadikan pegangan. Sekali lagi dia lolos dari kematian.

Setalah insiden tersebut, orang-orang dekat Heather percaya bahwa kematian yang belakangan ini terjadi di Ficher Hall bukan tanpa maksud. Pada akhirnya Heather juga menemukan ada pembunuh lain  yang berkeliaran di gedung tinggalnya –yang pasti bukan Chris. Meski begitu, dia yakin ada garis yang menghubungkan Chris dengan semua itu.

Berkat bantuan Cooper, Heather menemukan ‘kunci’ yang menjawab pertanyaannya. Rachel, bosnya di Fischer Hall, ternyata seorang yang terobsesi mendapatkan Chris. Berbekal masa lalu yang suram dengan Chris, dia mencoba balas dendam dengan cara membunuh semua gadis yang dekat dengan cowok incarannya tersebut.

Suatu pagi, Heather dijebak oleh Rachel di ruangan milik Rachel. Rachel yang sudah kehilangan akal sehatnya mengeluarkan senjata Thunder Gun dan mengancam akan menggunakannya pada Heather. Heather yang ketakutan lantas berlari sejauh yang dia bisa. Untunglah, ketika Thunder Gun sudah berada di depan matanya, Mrs. Allington memukul Rachel.

Secara keseluruhan, novel ini bagus. Kasus pembunuhan yang terjadi di Fischer Hall dituliskan oleh Meg Cabot dengan cara yang menyenangkan, terutama karena diselingi khayalan-khayalan Heather akan Cooper. Endingnya juga nggak terduga, berbeda dengan novel seri selanjutnya (Size 14 Is Not Fat) yang dari awal sudah bisa ditebak siapa pelaku pembunuhannya. Tapi, jangan membayangkan novel Meg Cabot ini sama dengan novel-novel Agatha Christie yang sangat memeras otak. Karena pasti jauh, bahkan sangat jauh berbeda.

0 comments:

Post a Comment

 

A Small Town Girl Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos